Kamis, 25 Agustus 2011

Ketika cinta membawa luka

Cinta adalah anugerah indah yang Tuhan berikan kepada manusia, dan tak cukup banyak kata untuk melukiskan bagaimana perasaan seseorang yang sedang jatuh cinta. Cinta bisa membuat seseorang bertindak diluar logikanya, bahkan demi cinta juga seseorang rela memberikan nyawanya untuk orang yang dicintainya.

Pada awal penciptaan manusia Tuhan sendiri melihat bahwa Tidak baik kalau manusia itu seorang diri saja (Kejadian 2:18) bahkan ketika Tuhan memberikan tugas kepada Adam (Manusia Pertama) untuk memberikan nama kepada segala ternak, kepada burung-burung di udara & kepada segala binatang hutan, bagi dirinya sendiri pun dia tidak menjumpai penolong yang sepadan (Kejadian 2:20). Perasaan kesendirian yang dialami oleh manusia bukan hanya dirasakan oleh manusia itu sendiri, akan tetapi juga dirasakan  oleh Tuhan yang adalah penciptaNya. Kemudian Tuhan mengambil salah satu rusuk dari manusia pertama dan dibangunNyalah seorang perempuan, lalu dibawahNya kepada manusia itu. Suatu respon yang sangat luar biasa yang diberikan oleh manusia ketika ia berkata, "Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku" (Kejadian 2 : 23). suatu pernyataan yang sangat mendalam dari manusia laki-laki ketika menerima kehadiran perempuan, Ia menerima perempuan tersebut sebagai bagian dari dirinya sendiri yang harus dikasihi, dihargai dan dihormati seperti kepada dirinya sendiri.

Itu berarti bahwa kebutuhan untuk dicintai dan mencintai memang ada dalam diri setiap orang, seperti sayur tanpa garam demikianlah kehidupan tanpa cinta pasti rasanya akan hambar. Namun seringkali kita dipertemukan dengan seseorang yang teramat sangat berarti bahkan kita benar-benar tulus mencintai dia, mengharapkan kelak bisa hidup bersama & melewati hari tua bersama sampai maut yang memisahkan. akan tetapi kita tidak bisa menghindari kenyataan kalau pada akhirnya mimpi hanya tinggal mimpi, harapan tinggal harapan dan pada akhirnya harus membiarkan dia pergi.

Kecewa, terluka adalah hal yang tak bisa dihindari, hati siapa sih yang tidak akan terluka kalau kehilangan seseorang yang sangat dicintainya!!dan masing-masing dari kita memiliki respon yang berbeda untuk melampiaskan kesedihannya, bahkan lebih ironis lagi kalo akhirnya ada yang meregang nyawa karena kecewa oleh cinta. Memang cinta memiliki pengaruh yang sangat luar biasa dalam kehidupan manusia, akan tetapi pada intinya semua kembali kepada setiap pribadi bagaimana ia menyikapi ketika cinta membuatnya terluka.

Seseorang yang hidupnya dalam Tuhan pasti akan menyadari bahwa segala sesuatu dalam hidup ini hanyalah titipan dari Tuhan, termasuk ketika Tuhan mengijinkan kita mengenal seseorang, menjalani hari-hari bersama bahkan ketika kita menyadari perasaan yang mulai tumbuh dalam hati. Tuhan yang memberi hati untuk mencintai, maka Tuhan juga yang akan menguatkan hati ketika kita terluka karena cinta supaya kita semakin mengerti bahwa cinta sejati tidak akan pernah kita dapatkan dalam dunia ini, cinta manusia hanya terbatas pada musim dan waktu tertentu akan tetapi cinta Tuhan tidak akan pernah dibatasi oleh ruang dan waktu.

Karena itu, ketika cinta membuat kita terluka jangan pernah berpikir bahwa hidup sudah berakhir sampai disitu karena hidup akan terus berjalan, jangan pernah terpaku pada seseorang yang telah pergi sehingga pada akhirnya tidak menyadari kehadiran seseorang yang datang membawa cinta yang lain.

"kuatkan hatimu wahai sang pencinta, berani mencintai berarti berani terluka karena cinta"


Bumi Cendrawasih, 25 Agustus 2011
MS

Minggu, 21 Agustus 2011

Perjalanan Misi Ke Suku Dayak Bakatik-Kalimantan Barat

Gemercik air dibebatuan, pohon-pohon indah menari
Di tiup oleh angin sepoi-sepoi, sungguh indah anugerah Tuhan
Kulangkahkan kaki dengan pasti, menyusuri jalan mendaki
Memenuhi panggilan suci demi kemuliaan Sang Ilahi

Di sana dusun indah & permai, terbentang jauh dari kota
Aku merasa sepi & sendiri, tiada teman berbagi suka duka
Namun ku merasa bahagia Tuhan slalu sertaku

Lagu ini mengingatkan aku pada peristiwa lima tahun yang lalu, saat  itu aku baru saja menyelesaikan pendidikan aku di STT Injuli Arastamar Jakarta kemudian diutus untuk melayani pekerjaan Tuhan di salah satu dusun yang terletak di Kab. Sambas-Kalimantan Barat. Selama tiga hari dua malam di atas kapal KM. Levina aku & rombongan berangkat dari pelabuhan TJ. Priuk Jakarta Utara menuju kota Pontianak. dari kota Pontianak kami mulai berpencar menuju tempat pelayanan masing-masing, sedangkan aku & seorang teman melanjutkan perjalanan ke kota Sambas, suatu kota kecil yang terletak di ujung Kalimantan Barat dan berbatasan dengan negara Malaysia.  

Setelah tiba di kota Sambas esok harinya kami melanjutkan perjalanan ke Kecamatan Subah dengan menggunakan mobil truk, naik turun bukit melewati hutan dan juga perkebunan kelapa sawit. semakin lama perjalanan kami semakin jauh dan saat itu hati aku sedih karena menyadari bahwa ternyata aku telah semakin jauh dari keluargaku dan teman-temanku, dan ini untuk pertama kalinya aku benar-benar jauh dari orang-orang yang mengasihi aku. Tapi aku kembali diingatkan bahwa saat ini aku menempuh perjalanan yang jauh bukan untuk kepentingan diriku sendiri melainkan demi pekerjaan Bapa di Sorga.

Sampai di Kecamatan Subah aku berpikir mungkin perjalanan kami sudah berakhir tapi ternyata belum, untuk menjangkau pos pelayanan tempat koordinator berada maka kami harus berjalan kaki menyusuri jalan setapak dengan membawa tas yang berisi pakaian & buku-buku. selama 1 jam perjalanan akhirnya kami tiba juga di Pos PI Kabile dan hal yang lebih memprihatinkan lagi adalah tempatnya di atas bukit dan dikelilingi hutan, disitu juga tidak ada signal & kalau mau mandi harus pake air sawah. Secara manusia aku langsung tawar hati dan mulai timbul keraguan dalam diri aku, aku bisa bertahan tidak dengan kondisi seperti ini!!

Beberapa hari mendapat pengarahan dari koordinator maka kami pun berangkat ke Pos PI masing-masing. aku di GKSI Imanuel Semeriuk sedangkan temanku di GKSI Sajingan. Jarak dari tempat koordinator ke Pos pelayananku harus ditempuh dengan 2 jam naik motor melewati hutan & perkebunan sawit dengan kondisi jalan yang memprihatinkan, setelah itu harus berjalan kaki selama 1 jam memasuki Pos PI karena medan yang ditempuh tidak bisa dilewati kendaraan selama musim hujan, benar-benar perjalanan yang teramat melelahkan.
Tiba di Pos PI Semeriuk aku semakin tawar hati karena ternyata Pastori dan Gedung Gereja terpisah dari perkampungan, di situ hanya ada bangunan GPIB dan SD Semeriuk dan didepan gedung gereja ada lapangan yang sangat luas dan dikelilingi oleh hutan, sejauh mata memandang maka yang nampak hanyalah pohon-pohon & perbukitan yang jauh disana. Diperhadapkan dengan situasi & kondisi seperti ini aku hanya bisa berserah kepada Tuhan, saat itu tak ada satu pun yang menjadi andalanku selain di dalam Dia. aku tak punya siapa-siapa di tempat ini dan aku memasuki salah satu daerah yang masyarakatnya mayoritas menjunjung tinggi nilai-nilai budaya & adat istiadatnya.
Sebagai orang baru ditempat yang baru maka aku harus menggunakan metode kontekstualisasi, mulai dengan pendekatan secara personal kepada majelis gereja dan pemerintah setempat kemudian kepada anggota jemaat & masyarakat kampung Semeriuk secara keseluruhan, karena di kampung tersebut ada tiga denominasi gereja yang ada yaitu GKSI, GPIB & Katolik. Selama dua bulan bersama dengan Mahasiswa praktek yang bernama Sihan Maruwu, kami melakukan perkunjungan dari rumah ke rumah tanpa memandang mereka dari denominasi mana akan tetapi kami melakukan pelayanan secara Oikumene dan setiap hari Rabu sore kami mengumpulkan anak-anak di lapangan untuk mengikuti ibadah  padang & mengisinya dengan berbagai kegiatan sesuai dengan dunianya mereka.

Tanpa terasa enam bulan telah berlalu dan sungguh luar biasa apa yang Tuhan kerjakan atas hidupku, dari perasaan yang tawar hati dan hampir menyerah dengan situasi tetapi Tuhan terus menguatkan aku. sampai akhirnya dipenghujung tahun 2006 setelah ibadah tutup tahun, di hadapan masyarakat Semeriuk aku bersama rekanku mohon pamit. suasana haru tak bisa dihindari saat itu, aku merasa sangat sedih meninggalkan mereka dan mereka juga sedih untuk melepas kepergian kami, akan tetapi aku yakin bahwa setelah kepergianku akan ada Hamba Tuhan yang akan datang dan memberikan pelayanan yang jauh lebih baik dari apa yang sudah kami kerjakan sehingga semakin banyak jiwa dimenangkan buat Tuhan. Amin

"Setia dalam perkara kecil, maka Tuhan akan mempercayakan perkara yang lebih besar"


Bumi Cendrawasih, 21 Agustus 2011
MS







Rabu, 17 Agustus 2011

Perjalanan Misi Ke Tanah Papua



Segala puji, hormat & kemuliaan hanya bagi nama Tuhan yang empunya pekerjaan ini, melalui lembaga Sekolah Tinggi Theologia Injili Arastamar Jakarta, menjadikan aku bagian dari pelayanan misi di bagian Timur Indonesia.

Tepat tanggal 6 januari 2009, aku ditugaskan untuk pelayanan misi di STT Injili Arastamar Nabire, salah satu cabang SETIA yang yang terletak di Provinsi Papua. Bersama dengan rombongan kami memulai perjalanan pada Pukul 02.00 malam WIB dari Soekarno Hatta Airport dengan menggunakan Pesawat Lion Air, rute Jakarta - Ambon yang ditempuh dengan 3 jam perjalanan. setelah sampai di kota Ambon kami melanjutkan perjalanan dengan menggunakan pesawat Susi Air yang hanya memuat 15 orang, rute Ambon-Kaimana - Nabire dengan 2 jam perjalanan. Suatu perjalanan yang cukup melelahkan dan merupakan perjalanan terjauh yang pernah aku tempuh sejak aku memulai  pelayanan misi ke daerah.

Tepat Pukul 08.00 WIT, Pesawat Susi Air yang kami tumpangi mendarat di Nabire Airportt dan  untuk pertama kalinya aku menginjakkan kaki di bagian Timur Indonesia yang di kenal dengan nama Bumi Cendrawasih. kalau selama ini aku hanya mendengar cerita tentang Papua akan tetapi sejak hari itu aku menjadi bagian dari Tanah ini.

Kami memulai pelayanan dengan menjadi ibu asrama sekaligus menjadi tim pengajar  untuk mahasiswa yang notabenenya adalah anak-anak asli Papua. kurangnya pengenalan terhadap mereka & juga lingkungan tempat kami berada merupakan salah satu tantangan diawal pelayanan kami. Akan tetapi itu tidak membuat kami menyerah melainkan tetap semangat dengan sebuah keyakinan bahwa Tuhan yang memulai maka Tuhan juga yang akan menyelesaikannya bagi kami.

Penyertaan Tuhan senantiasa kami rasakan disepanjang pelayanan di Nabire, bahkan ketika kami mengalami masa-masa yang tersulit, saat mulai tawar hati menghadapi situasi yang ada bahkan ketika mendapatkan tantangan dari orang-orang disekitar kami  justru disitulah kami belajar untuk saling menguatkan & saling menopang satu sama lain sebagai sebuah team.

Puji Tuhan memasuki 6 bulan pelayanan, aku bersama dengan seorang rekan diijinkan Tuhan untuk menjangkau daerah pedalaman di Tanah Papua sekaligus melakukan monitoring kepada Mahasiswa yang sedang mengikuti PKL. Dari Nabire Airport dengan pesawat Aviastar Air kami melintasi gunung-gunung  & hutan-hutan  Papua menuju Enarotali Airport. kami tiba pada sore hari, maka kami memutuskan untuk beristirahat di Enarotali & esok hari baru memulai perjalanan untuk mengunjungi Mahasiswa praktek.

Hari pertama di Kab. Paniai, melalui jalan darat kami ke daerah Madi, tempat gedung perkantoran di Paniai dan disitu juga ada salah seorang Mahasiswa yang sedang praktek di salah satu SD yang ada disana.
Hari kedua, kami melanjutkan ke Distrik Paniai Barat melintasi Danau Obano dengan jarak tempuh 30 menit perjalanan menggunakan perahu jonson kemudian menyusuri jalan setapak menuju tempat Mahasiswa sedang berkumpul. setelah memberikan pengarahan kepada mereka, sore harinya kami kembali ke Enarotali .

Pada hari ketiga kami ke Distrik Waghete - Kabupaten  Deiyai yang ditempuh sekitar 2 jam dari Enarotali, perjalanan yang cukup menyenangkan naik turun bukit dan disuguhi dengan keindahan alam pedalaman Papua yang masih sangat alami, bahkan ditengah perjalanan sekali-kali kami menjumpai masyarakat setempat yang sementara berkumpul dipinggir jalan raya. satu hal yang bisa aku pelajari saat itu bahwa masyarakat Papua senang dengan kebersamaan, dimana ada keramaian maka disitu mereka akan berkumpul.

Hari keempat di Paniai kami melanjutkan perjalanan ke Lembah Kamuu- Kabupaten Dogiyai, perjalanan yang cukup melelahkan karena ditempuh dengan 5 jam perjalanan melalui hutan Papua menggunakan mobil strada dengan kondisi jalanan yang rusak parah, bahkan beberapa kali mobil yang kami tumpangi sempat terhenti karena genangan air di jalan. Tepat pada malam hari kami tiba di Lembah Kamuu dan selama 3 hari kami melakukan monitoring di daerah tersebut. setelah itu kami kembali ke Kab. Paniai dan melanjutkan monitoring ke tempat mahasiswa yang ada di Distrik Paniai Timur. Menggunakan perahu jonson kami melintasi Danau Enarotali kemudian melanjutkan perjalanan dengan jalan kaki melalui rawa hidup yang saat itu airnya sementara surut. dan sore harinya kami kembali ke Enarotali untuk bersiap-siap karena esok harinya kami sudah harus kembali ke Nabire.

Sungguh luar biasa apa yang telah Tuhan kerjakan atas hidup aku secara pribadi bahkan juga buat rekan-rekan sepelayananku, ketika Tuhan mempercayakan sebuah pelayanan yang secara manusia aku tidak akan sanggup untuk mengerjakannya akan tetapi aku bersyukur saat aku merasa lemah & tak berdaya saat itulah Tuhan menguatkan aku. dan aku percaya bukan secara kebetulan Tuhan membawa aku ke Papua, akan tetapi Tuhan ingin menyatakan rencanaNya atas hidupku, supaya aku semakin mengerti bahwa melayani pekerjaan Tuhan bukanlah suatu kehidupan yang menjanjikan kenyamanan secara manusia melainkan suatu kehidupan yang penuh dengan tantangan dan harus dibayar dengan harga yang mahal.

Batang emas akan menjadi emas yang murni ketika ditempa dalam perapian, begitulah kehidupan yang penuh dengan tantangan akan semakin mendewasakan kita di dalam Tuhan.



Bumi Cendrawasih, 20 Agustus 2011
With Love. MS


Selasa, 16 Agustus 2011

Beda itu indah

Jangan pernah ada kata berpisah hanya karena perbedaan
Perbedaan bukanlah sesuatu hal yang harus dipertentangkan
Tetapi merupakan sebuah anugerah yang harus disyukuri

Tuhan tidak pernah menciptakan manusia yang persis sama
akan tetapi Tuhan menciptakan manusia dengan pribadi yang berbeda
supaya dapat saling melengkapi, saling menopang & saling menguatkan

Karena itu, terimalah segala perbedaan yang ada
selama ada cinta & penghargaan, maka perbedaan akan melahirkan harmonisasi yang indah

Bumi Cendrawasih, 16 Agustus 2011
MS