Minggu, 21 Agustus 2011

Perjalanan Misi Ke Suku Dayak Bakatik-Kalimantan Barat

Gemercik air dibebatuan, pohon-pohon indah menari
Di tiup oleh angin sepoi-sepoi, sungguh indah anugerah Tuhan
Kulangkahkan kaki dengan pasti, menyusuri jalan mendaki
Memenuhi panggilan suci demi kemuliaan Sang Ilahi

Di sana dusun indah & permai, terbentang jauh dari kota
Aku merasa sepi & sendiri, tiada teman berbagi suka duka
Namun ku merasa bahagia Tuhan slalu sertaku

Lagu ini mengingatkan aku pada peristiwa lima tahun yang lalu, saat  itu aku baru saja menyelesaikan pendidikan aku di STT Injuli Arastamar Jakarta kemudian diutus untuk melayani pekerjaan Tuhan di salah satu dusun yang terletak di Kab. Sambas-Kalimantan Barat. Selama tiga hari dua malam di atas kapal KM. Levina aku & rombongan berangkat dari pelabuhan TJ. Priuk Jakarta Utara menuju kota Pontianak. dari kota Pontianak kami mulai berpencar menuju tempat pelayanan masing-masing, sedangkan aku & seorang teman melanjutkan perjalanan ke kota Sambas, suatu kota kecil yang terletak di ujung Kalimantan Barat dan berbatasan dengan negara Malaysia.  

Setelah tiba di kota Sambas esok harinya kami melanjutkan perjalanan ke Kecamatan Subah dengan menggunakan mobil truk, naik turun bukit melewati hutan dan juga perkebunan kelapa sawit. semakin lama perjalanan kami semakin jauh dan saat itu hati aku sedih karena menyadari bahwa ternyata aku telah semakin jauh dari keluargaku dan teman-temanku, dan ini untuk pertama kalinya aku benar-benar jauh dari orang-orang yang mengasihi aku. Tapi aku kembali diingatkan bahwa saat ini aku menempuh perjalanan yang jauh bukan untuk kepentingan diriku sendiri melainkan demi pekerjaan Bapa di Sorga.

Sampai di Kecamatan Subah aku berpikir mungkin perjalanan kami sudah berakhir tapi ternyata belum, untuk menjangkau pos pelayanan tempat koordinator berada maka kami harus berjalan kaki menyusuri jalan setapak dengan membawa tas yang berisi pakaian & buku-buku. selama 1 jam perjalanan akhirnya kami tiba juga di Pos PI Kabile dan hal yang lebih memprihatinkan lagi adalah tempatnya di atas bukit dan dikelilingi hutan, disitu juga tidak ada signal & kalau mau mandi harus pake air sawah. Secara manusia aku langsung tawar hati dan mulai timbul keraguan dalam diri aku, aku bisa bertahan tidak dengan kondisi seperti ini!!

Beberapa hari mendapat pengarahan dari koordinator maka kami pun berangkat ke Pos PI masing-masing. aku di GKSI Imanuel Semeriuk sedangkan temanku di GKSI Sajingan. Jarak dari tempat koordinator ke Pos pelayananku harus ditempuh dengan 2 jam naik motor melewati hutan & perkebunan sawit dengan kondisi jalan yang memprihatinkan, setelah itu harus berjalan kaki selama 1 jam memasuki Pos PI karena medan yang ditempuh tidak bisa dilewati kendaraan selama musim hujan, benar-benar perjalanan yang teramat melelahkan.
Tiba di Pos PI Semeriuk aku semakin tawar hati karena ternyata Pastori dan Gedung Gereja terpisah dari perkampungan, di situ hanya ada bangunan GPIB dan SD Semeriuk dan didepan gedung gereja ada lapangan yang sangat luas dan dikelilingi oleh hutan, sejauh mata memandang maka yang nampak hanyalah pohon-pohon & perbukitan yang jauh disana. Diperhadapkan dengan situasi & kondisi seperti ini aku hanya bisa berserah kepada Tuhan, saat itu tak ada satu pun yang menjadi andalanku selain di dalam Dia. aku tak punya siapa-siapa di tempat ini dan aku memasuki salah satu daerah yang masyarakatnya mayoritas menjunjung tinggi nilai-nilai budaya & adat istiadatnya.
Sebagai orang baru ditempat yang baru maka aku harus menggunakan metode kontekstualisasi, mulai dengan pendekatan secara personal kepada majelis gereja dan pemerintah setempat kemudian kepada anggota jemaat & masyarakat kampung Semeriuk secara keseluruhan, karena di kampung tersebut ada tiga denominasi gereja yang ada yaitu GKSI, GPIB & Katolik. Selama dua bulan bersama dengan Mahasiswa praktek yang bernama Sihan Maruwu, kami melakukan perkunjungan dari rumah ke rumah tanpa memandang mereka dari denominasi mana akan tetapi kami melakukan pelayanan secara Oikumene dan setiap hari Rabu sore kami mengumpulkan anak-anak di lapangan untuk mengikuti ibadah  padang & mengisinya dengan berbagai kegiatan sesuai dengan dunianya mereka.

Tanpa terasa enam bulan telah berlalu dan sungguh luar biasa apa yang Tuhan kerjakan atas hidupku, dari perasaan yang tawar hati dan hampir menyerah dengan situasi tetapi Tuhan terus menguatkan aku. sampai akhirnya dipenghujung tahun 2006 setelah ibadah tutup tahun, di hadapan masyarakat Semeriuk aku bersama rekanku mohon pamit. suasana haru tak bisa dihindari saat itu, aku merasa sangat sedih meninggalkan mereka dan mereka juga sedih untuk melepas kepergian kami, akan tetapi aku yakin bahwa setelah kepergianku akan ada Hamba Tuhan yang akan datang dan memberikan pelayanan yang jauh lebih baik dari apa yang sudah kami kerjakan sehingga semakin banyak jiwa dimenangkan buat Tuhan. Amin

"Setia dalam perkara kecil, maka Tuhan akan mempercayakan perkara yang lebih besar"


Bumi Cendrawasih, 21 Agustus 2011
MS