Kamis, 10 November 2011

Keterbukaan adalah Awal dari Pemulihan

Tak ada satu orang pun yang jauh mengenal diri kita dengan baik selain Tuhan dan diri kita sendiri & tidak dapat dipungkiri bahwa ada begitu banyak kepahitan yang tersimpan di dalam hati, baik kepada orang tua, saudara, suami/istri, sahabat, teman kerja/ teman persekutuan bahkan kepada siapapun yang hidupnya perna bersentuhan dengan kita. Jikalau kita berpikir bahwa menyimpan kekecewaan, amarah & sakit hati bisa menyelesaikan masalah, itu adalah sebuah kesalahan terbesar dalam hidup karena secara tidak sengaja kita telah menumpuk bara di atas kepala kita sendiri & juga orang lain. Ibarat sebuah bom, hanya menunggu saat yang tepat untuk meledak.

Seperti kisah dari sepasang suami istri, awalnya terasa indah sekalipun hanya tinggal di kamar kontrakan, penghasilan pas-pasan & makan seadanya tetapi mereka tetap bisa menikmati kebersamaan karena ada cinta yang mempersatukan mereka. Namun seiring dengan waktu, cinta semakin pudar, tak ada lagi canda tawa, duduk bercerita bersama seperti yang dulu mereka lakukan. Sehingga mereka hanya menjalani rumah tangga sebatas karena komitmen dan sudah ada gadis kecil yang ada di tengah-tengah mereka.  Sepanjang dua tahun mereka menyimpan kepahitan, kekecewaan, sakit hati terhadap pasangan masing-masing, pertengkaran demi pertengkaran pun tak dapat dihindari. Sampai akhirnya suatu malam dengan mata kepala sendiri saya menyaksikan pertengkaran mereka, bukan hanya sebatas perang mulut tapi juga saling memukul. melihat itu saya berusaha untuk menenangkan mereka kemudian  mengajak mereka duduk, memberikan kesempatan kepada istri dan suami secara bergantian berbicara, mengeluarkan isi hati mereka yang selama ini di pendam kepada pasangan masing-masing. Suasana akhirnya bisa tenang, dengan bercucuran air mata sang istri berbicara tentang apa yang dia alami selama 2 tahun berumah tangga ternyata ada begitu banyak kekecewaan, sakit hati terhadap suami yang seringkali sudah tidak punya waktu untuk bercerita dengan dia dan dengan wajah penyesalan sang suami berjanji akan mengubah sikapnya dan berharap sang istri juga merubah sikapnya dan siap menerima apapun kondisi mereka. sebelum meninggalkan mereka, saya mengingatkan tentang kasih mula-mula, mengingat kembali ketika mereka pertama kali bertemu, saling jatuh cinta dan akhirnya mengambil komitmen untuk hidup bersama, hendaklah kasih mula-mula itu menjadi dasar dari keluarga mereka, sehingga seberat apapun masalah yang dihadapi jikalau dihadapi bersama pasti masalah akan bisa diatasi.

Puji Tuhan, malam itu menjadi awal dari pemulihan hati mereka. hal itu pun menjadi pembelajaran yang berharga untuk saya secara pribadi, bahwa keterbukaan itu penting. jangan pernah menyimpan sesuatu kepahitan dalam hati, lebih baik berbicara apa adanya supaya bisa saling introspeksi diri masing-masing & membuat hubungan kita dengan Tuhan menjadi jauh lebih indah.


Bumi Cendrawasih, 10 November 2011